canva
Jakarta, 8 Agustus 2025 | Maritime Cybersecurity – teusworld.com
Di tengah percepatan digitalisasi pelabuhan, ancaman siber kini menjadi salah satu risiko terbesar yang dihadapi sektor maritim global. Pelabuhan, yang merupakan simpul vital dalam rantai pasok internasional, semakin bergantung pada teknologi operasional dan sistem digital untuk mengatur arus barang, kapal, dan dokumen. Ketergantungan ini membuat infrastruktur pelabuhan rentan terhadap serangan siber yang dapat melumpuhkan operasional, mengganggu perdagangan, bahkan merugikan perekonomian negara.
Kesadaran akan risiko ini mendorong berbagai negara memperkuat regulasi keamanan siber. Di Amerika Serikat, Presiden Joe Biden pada Februari 2024 menerbitkan perintah eksekutif yang memberi kewenangan baru kepada U.S. Coast Guard untuk menetapkan persyaratan keamanan pelabuhan, termasuk kewajiban pelaporan insiden siber oleh operator. Langkah ini diambil menyusul meningkatnya kekhawatiran terhadap potensi serangan yang menargetkan peralatan penting seperti quay crane dan sistem kendali logistik (AP News, Reuters).
Di Eropa, NATO dan Uni Eropa memandang pelabuhan sebagai infrastruktur strategis yang rawan menjadi target serangan siber, terutama di tengah ketegangan geopolitik. Negara-negara anggota kini mengalokasikan dana khusus untuk memperkuat sistem pertahanan siber di sektor transportasi maritim (Wall Street Journal).
Salah satu contoh praktik terbaik datang dari Amerika Serikat melalui Pelabuhan Los Angeles, yang sejak 2021 telah mengoperasikan Cyber Resilience Center (CRC). Pusat ini berfungsi sebagai garda terdepan deteksi dan respons ancaman siber, dengan kemampuan memantau lalu lintas data pelabuhan secara real-time serta mengoordinasikan tindakan cepat jika terjadi serangan (Port of Los Angeles).
Langkah teknis juga dilakukan pada level operasional, seperti yang diinisiasi oleh U.S. Coast Guard melalui simulasi serangan siber langsung terhadap peralatan pelabuhan untuk melatih tim keamanan menghadapi skenario nyata. Kasus-kasus seperti serangan ransomware di Pelabuhan Nagoya, Jepang, dan gangguan besar di DP World Australia menjadi pengingat nyata bahwa ancaman ini bukan sekadar teori, melainkan risiko yang sudah terbukti terjadi di lapangan (TXOne Networks).
Secara global, International Maritime Organization (IMO) juga telah mengeluarkan panduan manajemen risiko siber yang terintegrasi dengan standar keselamatan kapal dan pelabuhan. Pedoman ini menekankan pentingnya kolaborasi antara operator pelabuhan, otoritas keamanan, dan penyedia layanan teknologi untuk menciptakan lapisan perlindungan yang kuat (IMO). Di Eropa, lembaga seperti ENISA dan EMSA memperkuat kesadaran akan pentingnya kesiapsiagaan siber melalui pelatihan dan panduan teknis untuk seluruh ekosistem maritim (Maritime Cybersecurity).
Dengan semakin kompleksnya operasi pelabuhan modern, keamanan siber bukan lagi sekadar kebutuhan teknis, melainkan strategi bisnis dan keamanan nasional. Melindungi pelabuhan berarti melindungi jalur perdagangan dunia, menjaga kelancaran distribusi barang, dan mengamankan fondasi ekonomi global dari gangguan yang bisa berdampak luas.
Disusun oleh Redaksi teusworld.com